HABONARON-SIMALUNGUN
Menjelang Pilkada serentak tahun 2020 ini, beberapa pihak masih ada saja yang merasa skeptis terhadap Calon Kepala Daerah yang memilih maju dari jalur perseorangan ataupun independen. Hal itu dikarenakan ketakutan bahwa tanpa partai politik akan sulit mendapat dukungan dari DPRD nantinya.
Hal tersebut diucapkan oleh St Wagner Damanik (Parhobas Simalungun), saat acara ngopi bareng dicenter WD BISA jalan medan kota Pematang Siantar, pada Sabtu (24/10/2020).
Menurutnya, untuk bisa menjadi Kepala Daerah ada lewat jalur partai dan ada lewat jalur perseorangan (independen), dan keduanya konstitusional. Namun kalau sudah terpilih hakekatnya tidak ada yang dibedakan. Hanya kalau lewat jalur perseorangan atau independen, maka kedepannya dipastikan tidak akan ada balas jasa untuk kepentingan partai. Karena yang mengusungnya adalah masyarakat sendiri sehingga bisa fokus bertugas hanya untuk kepentingan masyarakat semata.
“Untuk menjadi Kepala Daerah itu kita tau ada lewat partai dan bisa juga lewat jalur perseorangan, dan kedua jalur tersebut konstitusional. Tapi jika sudah terpilih hakekatnya tidak ada yang dibedakan. Saya bersama Haji Abidinsyah maju lewat dari jalur independen,jika terpilih nantinya maka kami tidak terbelenggu oleh kepentingan partai, kami bisa fokus bekerja untuk masyarakat. Dalam artian tidak ada politik balas budi untuk partai, semua untuk rakyat”, tegas Wagner Damanik.
WD BISA juga menambahkah, untuk Kepala Daerah dari jalur partai otomatis akan menjadi petugas partai, disamping tugasnya untuk kepentingan masyarakat juga tersandera akan kepentingan partai, karena sebelumnya sudah bisa dipastikan ada deal-deal politik terhadap para pengurus partai pengusungnya.
“Kepala Daerah yang maju lewat dari jalur partai itu secara otomatis menjadi petugas partai, dan sebelum partai memberikan dukungan tentunya ada deal deal politik. Nah ini pasti berpengaruh, disamping tugasnya untuk kepentingan masyarakat, dirinya juga tersandera kepentingan partai, kapan bisa fokus untuk masyarakat”, tegas sang parhobas itu.
Undang-undang Pemerintah Daerah (Pemda) No 23 Tahun 2014 telah mengakomodir akan kekhawatiran tersebut. Apabila ada upaya menghambat seorang Kepala Daerah khususnya dalam pengajuan Perda tentang APBD, dimana DPRD tidak mau menyetujui, maka DPRD bisa dikenakan sanksi administratif dengan tidak membayarkan hak-hak keuangannya sesuai pasal 312. Demikian juga apabila deadlock maka Kepala Daerah dapat menyusun dan menetapkan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) tentang APBD paling tinggi sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya setelah memperoleh pengesahan dari Gubernur (tanpa melalui DPRD) sesuai pasal 313.
“Jadi jika ada pernyataan yang menyatakan bahwa jalur perseorangan akan susah menjalankan pemerintahannya ketika terpilih nantinya adalah suatu pernyataan yang menyesatkan. Seorang Kepala Daerah mutlak membangun kerjasama dengan DPRD, karena yang disebut dengan pemerintahan itu adalah eksekutif dan legislatif”, tutupnya. (E1)